Dari Susy Susanti sampai Megawati Hangestri, Perempuan Indonesia Harumkan Bangsa dengan Olahraga
Atlet putri Indonesia sering mengukir sejarah gemilang di arena internasional. Investasi bagi mereka harus lebih besar.
Peran perempuan Indonesia dalam mengharumkan nama bangsa tidak hanya dilakukan di bidang politik, ekonomi, ataupun ilmu pengetahuan. Pada bidang olahraga, perempuan Indonesia juga ikut mengharumkan nama bangsa di tingkat internasional.
Sejarah membuktikan, peraih medali pertama dan medali emas pertama pada Olimpiade untuk kontingen Indonesia adalah perempuan. Trio srikandi pemanah Lilies Handayani, Nurfitriana Saiman, dan Kusuma Wardhani meraih medali perak pada Olimpiade Seoul 1988. Mereka membangkitkan kepercayaan diri para atlet Indonesia bahwa bangsa ini bisa bersaing meraih medali di Olimpiade.
Baca juga: Jejak Susy Susanti dalam Rekaman Foto ”Kompas”
Kepercayaan diri itu disempurnakan oleh Susy Susanti yang meraih medali emas pertama bagi Indonesia dari bulu tangkis pada Olimpiade Barcelona 1992. Setelah keran medali emas dibuka oleh Susy, Indonesia meraih banyak medali dari bulu tangkis, baik oleh atlet putri maupun putra.
Kesuksesan Susy dalam merebut medali emas Olimpiade juga diikuti oleh Liliyana Natsir, yang berpasangan dengan Tontowi Ahmad pada nomor ganda campuran, dalam Olimpiade Rio 2016. Ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu juga mengikuti jejak Susy dalam meraih emas pada Olimpiade Tokyo 2020.
Pada cabang angkat besi, para lifter putri juga membuka keran medali Olimpiade bagi kontingen Indonesia. Pada Olimpiade Sydney 2000, lifter putri Raema Lisa Rumbewas meraih medali perak, diikuti Sri Indriyani dan Winarti Binti Slamet yang meraih medali perunggu di kelas masing-masing.
Setelah ketiganya pulang membawa emas, para lifter putri dan putra lainnya turut merebut medali bagi Indonesia pada Olimpiade-olimpiade berikutnya. Bahkan, Lisa Rumbewas meraih medali perak lagi pada Olimpiade Athena 2004 dan medali perunggu pada Olimpiade Beijing 2008.
Baca juga: International Women's Day, Bagaimana Semuanya Bermula?
Menjelang Olimpiade Paris
Menjelang Olimpiade Paris 2024, Indonesia baru dapat memastikan tujuh atletnya yang lolos ke pergelaran tertinggi olahraga multiajang tersebut. Dari tujuh atlet, tiga di antaranya adalah perempuan. Mereka adalah pemanah Diananda Choirunisa, pesenam Rifda Irfanaluthfi, dan atlet panjat tebing Desak Made Rita Kusuma Dewi.
Jumlah atlet Indonesia yang berpeluang meraih tiket ke Olimpiade Paris masih bisa bertambah jika mereka lolos kualifikasi pada Maret-Mei. Tiket wild card juga dapat direbut pada cabang-cabang tertentu.
Dari ketiga atlet putri yang sudah pasti lolos ke Olimpiade Paris, Desak Made adalah atlet yang paling berpeluang meraih medali emas. Desak Made beberapa kali memenangi seri Kejuaraan Dunia Panjat Tebing IFSC dan mencatat rekor.
”Target kami meraih dua medali emas di Olimpiade Paris 2024. Untuk atlet kami, sudah ada dua yang lolos, yaitu Desak Made Rita Kusuma Dewi dan Rahmad Adi Mulyono,” ujar Hendricus Mutter, Kepala Bidang Luar Negeri FPTI, dalam acara Seminar Olahraga Menjaga Tradisi Emas Olimpiade di Ancol, Jakarta, Sabtu (17/2/2024).
Baca juga: Menanti Kejutan dari Cabang ”Non-tradisi” Olimpiade
Cabang panjat tebing sangat diharapkan meraih medali emas karena prestasi atlet bulu tangkis, yang biasanya menjadi penyumbang medali emas, sedang menurun. Dengan demikian, Desak Made menjadi salah satu ujung tombak perebut medali emas Indonesia.
Atlet panahan Diananda yang akan tampil pada nomor recurved mix team bersama Arif Dwi Pangestu juga berpeluang meraih medali jika mampu tampil dalam performa terbaik mereka. Persaingan pada cabang panahan sangat ketat sehingga yang paling siap saat berlomba dapat merebut medali.
Sementara itu, jalan berat akan ditempuh pesenam Rifda. Peluangnya merebut medali lebih kecil dibandingkan dengan Desak Made dan Diananda. Rifda masih dalam masa pemulihan cedera lutut dan persaingan yang dihadapinya sangat ketat.
Namun, keberhasilan Rifda menembus Olimpiade adalah sebuah pencapaian tersendiri. Rifda adalah pesenam Indonesia pertama yang menembus Olimpiade.
Kompetisi di luar negeri
Selain yang berjuang menuju Olimpiade, atlet putri Indonesia juga menunjukkan kemajuan dengan berani menjadi pemain asing di kompetisi luar negeri. Salah satu atlet yang paling terkenal adalah Megawati ”Megatron” Hangestri, pevoli yang membela klub Daejeon Jung Kwan Jang Red Sparks pada Liga Voli Korea Selatan atau V League.
Baca juga: Sedikit demi Sedikit, Megawati ”Megatron” Hangestri Kian Eksplosif
Spiker berusia 24 tahun itu sukses membawa timnya menempati posisi ketiga klasemen sementara dan lolos ke babak playoff untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun terakhir. Megawati mencuri perhatian penggemar voli Indonesia dan Korea Selatan karena pukulan smesnya sering menghasilkan poin bagi Red Sparks.
Saya akan fokus pada setiap langkah dan bekerja keras untuk bisa jadi juara bersama rekan setim.
Bola hasil pukulannya juga sering menghantam kepala lawan, tentu secara tidak sengaja, sehingga mereka tumbang. Variasi pukulan, tipuan, dan blok Megawati sering berbuah poin yang mengantarkan Red Sparks ke papan atas.
Megawati sudah mencetak 724 poin dan menempati peringkat ketujuh dalam daftar pencetak poin terbanyak. Efisiensi serangannya mencapai 44,14 persen, hanya terpaut tipis di bawah pemuncak daftar, Gyselle Silva, yang mencatatkan efiensi 46,97 persen.
Baca juga: Megawati Hangestri Pertiwi ”Membeli” Konsistensi di Korea Selatan
”Saya akan fokus pada setiap langkah dan bekerja keras untuk bisa jadi juara bersama rekan setim,” ucap Megawati.
Selain Megawati, pesepak bola putri hasil binaan Liga Kompas Gramedia, Zahra Muzdalifah, juga berkiprah di liga sepak bola putri Jepang dengan bergabung ke klub Cerezeo Osaka Yanmar Ladies untuk musim kompetisi 2023/2024.
Zahra, yang sejak kecil berani bersaing dengan para pemain putra, termasuk saat berkompetisi di Liga Kompas Gramedia, terpaksa pindah ke Jepang karena ketiadaan kompetisi sepak bola putri di dalam negeri.
”Saya bergabung ke klub Jepang karena tidak ada kompetisi reguler seperti ini di Indonesia. Saya membutuhkan menit bermain yang rutin untuk meningkatkan kemampuan saya,” kata Zahra, yang bermain di posisi penyerang kedua atau gelandang serang saat berlaga di Liga Kompas Gramedia.
Kiper timnas putri Indonesia, Fani Supriyanto, juga memberanikan diri bergabung dengan klub Al Hammah FC di divisi dua Liga Arab Saudi Putri. Ketiadaan kompetisi sepak bola putri di dalam negeri membuat Fani meninggalkan Persis Women Solo untuk berlaga ke Timur Tengah.
Baca juga: Mendung di Langit Sepak Bola Putri
Dengan berlaga di Arab Saudi, Fani berharap kemampuannya dapat meningkat karena memiliki menit bermain yang lebih banyak. Kiper berusia 19 tahun itu sudah bergabung dengan timnas sejak 2018, saat membela timnas U-16. Pada 2022, Fani juga membela timnas pada Piala Asia Wanita di India.
Pesepak bola putri Helsya Maeisyaroh juga ikut bergabung ke klub Jepang, FC Ryukyu Ladies, pada Divisi 2 Liga Kyushu atau liga regional sepak bola wanita Jepang. Meskipun klub ini masih berada pada kasta bawah Liga Putri Jepang, kesempatan bermain secara rutin yang jadi incaran Helsya.
Kapten timnas putri pada Piala AFF Putri 2022 itu sangat ingin meningkatkan kualitasnya dengan rutin mendapatkan menit bermain pada kompetisi reguler.
Menurut pengamat sepak bola Anton Sanjoyo, Indonesia seharusnya berinvestasi lebih besar pada sepak bola putri karena masih dapat bersaing dan berprestasi di tingkat Asia. Investasi pada pembinaan sepak bola putri harus dimulai saat ini agar Indonesia tidak semakin tertinggal, seperti sepak bola putra.
”Jika ada pembinaan yang benar dan kompetisi reguler, tim putri Indonesia masih dapat bersaing dan berprestasi di level Asia karena tingkat persaingannya belum seketat pada sepak bola putra. Namun, pembinaan itu harus dimulai saat ini juga,” kata Anton.