Mengenal Songbun, 'kasta sosial' Korut berdasarkan 'kesetiaan' pada rezim penguasa

Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mempertahankan sistem klasifikasi dan kontrol sosial yang diwarisi kakeknya, pendiri negara Kim Il-sung.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mempertahankan sistem klasifikasi dan kontrol sosial yang diwarisi kakeknya, pendiri negara Kim Il-sung.
  • Penulis, Atahualpa Amerise
  • Peranan, BBC Mundo

Apa yang dilakukan orang tua, kakek-nenek, atau buyut Anda pada 1940-an? Kemudian, apa afiliasi politik Anda?

Pertanyaan ini mungkin tidak relevan bagi warga di negara lain. Namun di Korea Utara, jawaban pertanyaan-pertanyaan itu akan menentukan kehidupan warga negara tersebut.

Korut menjalankan sistem penggolongan sosial yang sangat ketat.

Masyarakatnya dibagi berdasarkan beberapa kategori, seperti kelompok yang loyal kepada rezim keluarga penguasa Kim, kelompok yang bermusuhan, atau berada di tengah-tengah.

Masing-masing dari kategori ini memiliki konsekuensi besar dalam kehidupan warga Korea Utara.

Rezim Korea Utara dicirikan oleh kultus kepribadian ekstrim terhadap Kim.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Rezim Korea Utara dicirikan oleh kultus kepribadian ekstrim terhadap Kim.

Sistem kelas sosial itu dikenal dengan nama songbun.

Kata ini sebenarnya memiliki makna 'asal atau bahan' dalam bahasa Korea.

Jika digabungkan menjadi chulsin songbun maka akan berarti 'asal usul keluarga'.

Chulsin songbun mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat Korea Utara.

Tempat lahir, wilayah yang dapat dikunjungi, akses terhadap makanan dan obat-obatan, kesempatan untuk bersekolah, hingga mendapatkan pekerjaan yang diberikan oleh negara dipengaruhi oleh songbun.

Songbun adalah sistem di mana Anda diukur berdasarkan kebaikan atau kesalahan leluhur dan kerabat Anda,” kata aktivis dan akademisi Yeonmi Park kepada BBC.

Yeonmi adalah penulis buku otobiografi “In Order to Live: A North Korean Girl's Journey to Freedom".

Yeonmi Park adalah salah satu aktivis HAM terkenal dari Korea Utara, tempat dia tinggal hingga melarikan diri bersama keluarganya pada usia 13 tahun.

Sumber gambar, Yeonmi Park

Keterangan gambar, Yeonmi Park adalah salah satu aktivis HAM terkenal dari Korea Utara, tempat dia tinggal hingga melarikan diri bersama keluarganya pada usia 13 tahun.

Otoritas Korea Utara menyangkal keberadaan songbun.

Mereka menjamin bahwa semua warga negaranya mendapatkan kesempatan yang sama di bawah payung negara sosialis.

Namun, klaim itu dibantah oleh warga Korea Utara yang telah meninggalkan negara tersebut serta para ahli yang memiliki akses terhadap dokumen administratif.

Mereka telah memberikan banyak kesaksian dan bukti tentang pemberlakuan sistem klasifikasi sosial ini selama bertahun-tahun.

BBC akan menjelaskan dari mana songbun berasal dan bagaimana cara kerjanya di Korea Utara.

Asal Anda dari mana?

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Pada pertengahan pertama abad ke-20, Korea merupakan negara jajahan pemerintahan kolonial Jepang.

Jepang adalah negara yang memberlakukan sistem feodal Konfusianisme (yang sangat mementingkan hierarki). Terdapat empat kelas secara umum di masyarakat Jepang yaitu bangsawan, teknisi berkualifikasi, rakyat biasa dan orang buangan.

Setelah Perang Dunia II, Korea lepas dari pemerintahan kolonial Jepang.

Semenanjung ini pun pecah menjadi dua negara.

Bagian utara menjadi negara komunis yang dipengaruhi oleh Uni Soviet pimpinan Josef Stalin.

Sementara bagian selatan menjadi negara kapitalis yang diintervensi oleh Amerika Serikat.

Baca juga:

Perang Korea (1950-1953) menambah parah perpecahan antara Utara- Selatan sehingga menutup perbatasan kedua negara bermusuhan tersebut.

Pendiri dan presiden pertama Korea Utara adalah Kim Il-sung, kakek dari pemimpin saat ini, Kim Jong-un.

Kim Il-sung menerapkan pemerintahan diktator proletariat di bawah sistem pengaruh Stalinis yang kuat.

Dia melakukan pengawasan ideologis yang intens dan sering melakukan 'pembersihan' atas lawan-lawannya.

Dia juga menerapkan sistem songbun dengan mencampurkan unsur-unsur Konfusianisme tradisional Jepang dan komunisme.

Kim Il-sung, pendiri dan presiden pertama Korea Utara, menerapkan dan mengkonsolidasikan songbun dengan mencampurkan unsur-unsur Konfusianisme tradisional dan komunisme.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Kim Il-sung, pendiri dan presiden pertama Korea Utara, menerapkan songbun dengan mencampurkan unsur-unsur Konfusianisme tradisional dan komunisme.

Mereka yang berperang melawan Jepang atau Korea Selatan, anggota Partai Komunis, serta mantan buruh harian dan pekerja yang tidak memiliki tanah membentuk kepemimpinan dan kelas istimewa di negara tersebut.

Sementara kaum pemilik tanah, pedagang, umat beragama, orang-orang yang memiliki kerabat Korea Selatan atau yang berperang di pihak lawan dalam perang diidentifikasi sebagai 'pengkhianat'.

Dengan caranya sendiri, Kim Il-sung menghidupkan kembali sistem 'kasta' Konfusianisme Joseon kuno yang diterapkan Korea antara abad ke-14 dan akhir abad ke-19, ke dalam pemerintahan komunisnya.

Menurut para ahli, pada 1960-an, pemerintah Korea Utara memiliki catatan lengkap songbun yang mengklasifikasikan setiap orang berdasarkan riwayat keluarga masing-masing.

Kelompok loyalis atau haeksim

Sebagian besar akademisi dan warga Korea Utara yang berhasil melarikan diri dari negaranya mengurai songbun ke dalam tiga kategori utama.

Ada juga yang menambahkan dua kategori lain dan terdapat pula turunannya, yang mencakup sekitar 50 subkategori.

Warga 'kasta' kelas atas Korea Utara diklasifikasikan sebagai haeksim – yang berarti “inti”.

Kelompok ini dianggap sebagai warga negara yang dapat dipercaya dan setia kepada Kim.

Tinggal di Pyongyang adalah salah satu hak istimewa yang dapat dinikmati oleh warga negara yang dianggap setia.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Tinggal di Pyongyang adalah salah satu hak istimewa yang dapat dinikmati oleh warga negara yang dianggap setia.

Kelompok ini merupakan keturunan orang-orang yang berperang melawan penjajahan Jepang dan kemudian melawan Korea Selatan dalam Perang Korea.

Selain itu, mereka juga terkait dengan anggota atau pejabat partai penguasa serta keluarga pekerja atau petani yang punya catatan kesetiaan sempurna selama beberapa dekade.

Mereka menikmati hak istimewa terbesar dalam masyarakat Korea Utara.

Mereka tinggal di kota-kota paling maju. Mereka belajar di universitas. Mereka diberi pekerjaan terbaik dan dirawat di rumah sakit utama.

Keuntungan penting lainnya bagi kelas atas adalah tinggal di ibu kota, Pyongyang.

Kota ini memiliki tiga juta penduduk (sekitar 12% dari populasi Korea Utara) yang sebagian besar warganya masuk dalam kelas haeksim, menurut para ahli.

“Pyongyang adalah satu-satunya tempat di Korea Utara di mana sosialisme benar-benar dipraktikkan dan masyarakatnya menerima layanan dari negara,” kata Yeonmi Park.

Dalam haeksim, Park menjelaskan, ada lapisan lebih atas lagi yang terdiri dari keluarga-keluarga yang dekat dengan lingkaran kekuasaan Pyongyang.

Mereka bahkan dapat bepergian ke luar negeri dan menyekolahkan anak-anak mereka di China, Rusia, hingga Eropa.

Choktae, 'kelompok musuh'

Lawan dari kelas istimewa adalah warga negara yang dianggap 'musuh', yang disebut choktae.

Darah mereka dianggap 'tercemar' karena merupakan keturunan dari pemilik tanah, pedagang, hingga umat Kristiani.

Mereka juga dianggap musuh karena menjadi pendukung kekaisaran Jepang pada masa pendudukan dan Korea Selatan pada Perang Korea.

Orang-orang ini adalah musuh tradisional rezim komunis Korea Utara.

Mereka – yang sering disamakan dengan kelompok paling rendah ​​dalam sistem kasta India – menghadapi diskriminasi sistematis.

Mereka tinggal di tempat paling terpencil di mana akses terhadap makanan dan listrik terbatas.

Mereka juga tidak memiliki kesempatan menempuh pendidikan dan melakukan pekerjaan yang paling sulit.

Banyak warga yang dianggap “musuh” pemerintah tinggal di daerah pedesaan terpencil dan dingin di bagian utara, yang berbatasan dengan China dan Rusia.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Banyak warga yang dianggap “musuh” pemerintah tinggal di daerah pedesaan terpencil dan dingin di bagian utara, yang berbatasan dengan China dan Rusia.

“Anak-anak dari kasta ini pergi ke sekolah di pagi hari, terutama untuk dilakukan indoktrinasi ideologi. Setelah itu mereka dipekerjakan di ladang dan di pertambangan. Mereka umumnya berumur pendek dan hampir selalu diawasi oleh pihak berwenang,” kata Yeonmi Park.

Tentu saja, katanya, sangat jarang seseorang yang diklasifikasikan sebagai choktae tinggal di Pyongyang atau bahkan secara sah mendapatkan izin untuk mengunjungi ibu kota.

Kelas menengah atau dongyo

Di antara kelas tertinggi dan terendah ada bagian tengah: dongyo.

Mereka adalah kelompok yang tidak dianggap bermusuhan dengan penguasa, namun riwayat keluarga mereka juga tidak sepenuhnya bersih.

Selain itu, kesetiaan mereka kepada rezim penguasa pun dianggap ambigu atau dipertanyakan.

Kelas menengah Korea Utara adalah yang terbesar.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Kelas menengah Korea Utara adalah yang terbesar.

Peluang mereka terbatas, tetapi ada subklasifikasi dalam kelompok ini.

Misalnya, seorang dongyo dengan catatan bersih dapat tinggal di dekat Pyongyang, kuliah di universitas peringkat kedua, atau memegang pekerjaan administratif atau menengah.

Namun kesempatan itu hilang bagi mereka yang dikategorikan dalam 'kasta' yang hampir mendekati batas 'permusuhan'.

Kebanyakan ahli memperkirakan bahwa dongyo adalah yang paling banyak jumlahnya.

Kelompok ini mewakili sekitar 40% populasi, sedangkan haeksim dan choktae masing-masing berjumlah sekitar 30%.

Bagaimanapun juga, tidak diketahui berapa proporsi sebenarnya.

Dokumen klasifikasi sosial – seperti hampir semua dokumen resmi di Korea Utara – dijaga kerahasiaannya dengan sangat ketat.

Bagaimana cara kerja songbun?

Di mana songbun tercatat? Apakah ini menjadi topik perbincangan di antarwarga Korea Utara?

Bagaimana seseorang bisa mengetahui statusnya? Bisakah itu diubah? Dan, bisakah orang dengan songbun berbeda menikah?

Informasi tentang status songbun setiap orang di Korea Utara disimpan dalam dokumen rahasia negara, pemerintah daerah, dan polisi.

Warga setia di Pyongyang memberikan penghormatan kepada partai tersebut dan para pemimpin dinasti Kim.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Warga setia di Pyongyang memberikan penghormatan kepada partai tersebut dan para pemimpin dinasti Kim.

Songbun, jelas Yeonmi Park, adalah tema yang menempel di kepala semua warga Korea Utara dalam kehidupan sehari-hari, karena tema tersebut sepenuhnya menandai kehidupan mereka.

Secara umum, status songbun suatu keluarga di Korea Utara dapat diketahui berdasarkan tempat tinggal mereka, akses terhadap pendidikan tinggi dan kesehatan, atau pekerjaan yang mereka lakukan.

Namun, terkadang seseorang mungkin perlu mengakses dokumen rahasia untuk mengetahui status songbun mereka.

“Orang Korea Utara sering menyuap pejabat atau petugas polisi untuk mengetahui songbun pihak lain sebelum mengatur pernikahan,” kata Park.

Hal ini mereka lakukan agar level keduanya sama.

"Di songbun tidak ada promosi, yang ada hanya demosi. Jadi jika salah satu dari pasangan mempunyai status yang lebih tinggi, maka ketika mereka menikah, otomatis mereka akan setara dengan pasangannya yang memiliki status yang lebih rendah,” kata Park.

Karena alasan ini, ia yakin, di Korea Utara, pernikahan antara orang yang 'dipercaya' dan orang menengah atau antara orang di tingkat menengah dan yang 'bermusuhan', sangatlah tidak biasa.

Pernikahan ini akan memperburuk kondisi kehidupan keluarga orang tersebut dan generasi selanjutnya.

Bagi warga Korea Utara yang bukan merupakan lapisan atas, kondisi kehidupan bisa sangat sulit.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar, Bagi warga Korea Utara yang bukan merupakan lapisan atas, kondisi kehidupan bisa sangat sulit.

Selama bertahun-tahun, beberapa warga kelas menengah atau bawah Korea Utara telah mengumpulkan sejumlah kekayaan dengan berdagang di pasar gelap, terutama di daerah perbatasan dengan China, tempat pembuangan kelompok menengah dan yang dicap sebagai musuh.

Beranjak dari itu, kami bertanya kepada Yeonmi Park apakah mungkin untuk mengubah songbun melalui suap?

Dia mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin, karena akan melibatkan pemalsuan dokumen di berbagai instansi.

Dan, andaikan tercapai, status baru orang tersebut tidak akan sesuai dengan status kerabat dekat dan leluhurnya, sehingga dapat menimbulkan kecurigaan.

“Tidak ada yang bisa Anda lakukan untuk mengubah nasib Anda, karena Anda tidak bisa memilih nenek moyang Anda,” katanya.

Lalu, apa yang dicapai rezim Kim dengan songbun? Pada dasarnya, kata aktivis Korea Utara, kontrol sosial yang menyeluruh.

“Ini memperkuat gagasan bahwa jika seseorang dalam keluarga Anda melakukan kesalahan maka semua orang bertanggung jawab. Seseorang bertanggung jawab bukan terhadap dirinya sendiri namun terhadap kelompoknya."

“Sistem ini mengakhiri individualisme dan mencegah sedikit pun perbedaan pendapat.”